Iklan Kiri

Aliansi Rakyat Bergerak Kembali Suarakan Penolakan RUU Cipta Kerja

 HARIANMERDEKA.ID, Yogyakarta - Jum'at (14/8/2020) siang, massa aksi  dari Aliansi Rakyat Bergerak kembali menyerukan penolakan omnibus law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja. 

Mereka berkumpul di bundaran UGM sekitar pukul 14.30 WIB, lalu berjalan longmars menuju simpang tiga Gejayan, Kabupaten Sleman, DIY. Aksi dilanjut menuju pertigaan UIN Sunan Kalijaga, melewati pertigaan Toko Cat WaWaWa. 


Massa aksi tetap menjalakan aksi demonstrasi dengan protokol kesehatan. Mereka juga membawa poster dan berorasi meminta DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja.


"Pertumbuhan ekonomi sudah seharusnya bisa dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat, dapat terwujud dalam pembangunan yang berkeadilan dan regulasi yang berpihak pada golongan rentan. Namun RUU Cipta Kerja menjadi paradoks dari apa yang termaktub dalam dasar negara kita untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Karena RUU ini merupakan produk hukum yang dirancang oleh pemilik kuasa modal dan politik yang bertujuan ekstraktif, tanpa melibatkan komponen yang akan terdampak seperti buruh, petani, dan kelompok adat. Yang akhirnya menjadikan kelompok-kelompok tersebut semakin termarjinalkan dan tereksploitasi. Maka saya mempertanyakan kehadiran dan fungsi pemerintah untuk menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", ungkap Sulthan Farras selaku Presiden Mahasiswa Universitas Gadjah Mada.


Selain itu, Nicko Mardiansyah dari DPC GMNI Yogyakarta juga menambahkan "RUU Cipta Kerja menciderai semangat Reformasi berupa distribusi kewenangan Pusat - Daerah. Sentralisasi izin usaha dengan dalih kemudahan investasi adalah pintu masuk bagi neo-kolonialisme & legitimasi bagi kaum pemilik modal untuk semakin menghisap sumber daya bangsa. RUU ini berusaha membentuk sistem tirani ekonomi dengan dalih pertumbuhan ekonomi & kemudahan investasi, mengejar indeks kemudahan berusaha yang sangat kapitalistik, dan melupakan semangat ekonomi berdikari. Ini yang jauh-jauh hari telah dibilang oleh Bung Karno sebagai politik drainage, yakni mengalirkan kekayaan kita ke luar dan pada akhirnya menjadikan kita menjadi bangsa kuli, maupun kuli di antara bangsa-bangsa" tambahnya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel